Bagi warga Catalonia, kemerosotan El Barca sama saja menghantam harga diri dan mengancam eksistensi mereka. Dunia seolah berbalik dan langit bagai akan runtuh. Wajah kota pun berubah muram. Minim senyum dan tawa, sebaliknya emosi akan meninggi. Bahkan, terkadang situasi menjadi rawan. Apalagi jika kelompok garis keras sudah mulai protes.
Namun, kemerosotan prestasi tak membuat para pengurus klub frustasi. Justru menjadi cambuk agar berusaha mati-matian untuk menjaga klub di level atas. Bagaimanapun, Barcelona adalah harta paling berharga bagi Catalonia.
Nyaris Bubar (1908)
Di saat gairah membuncah dan semangat meningkat, Barcelona justru mengalami kemunduran luar biasa pada awal abad ke-20. Kondisi klub benar-benar kritis. Para pemain sudah mulai tua, sementara kondisi keuangan merosot tajam. Regenerasi pun nyaris macet.
Kondisi makin tak terkendali, setelah presiden klub Vicenc Reig mengundurkan diri. Karena panik, bendahara klub Francesc Sanz mengusulkan agar FC Barcelona dibubarkan saja. Pertemuan darurat anggota klub pun segera dilakukan.
Jalan terasa buntu. Sebelum keputusan bubar ditetapkan, anggota asal Inggris, Wallace menanyakan, "Siapa yang sanggup menyelamatkan klub?"
Beruntung, Barcelona masih mempunyai sosok bermental baja. Tanpa ba-bi-bu, sang pendiri, Joan Gamper tak terima dan menyatakan siap menyelamatkan klub. "Barcelona tak akan mati dan tak boleh bubar. Saya siap menyelamatkan klub dan membesarkannya sejak saat ini," tekadnya.
Wallace diangkat sebagai presiden dan Gamper mendukungnya. Sang pendiri langsung sibuk menghimpun dana dari rekan-rekan bisnisnya untuk mengontrak pemain dan memperbaiki fasilitas. Kondisi semakin membaik setelah Gamper diangkat menjadi presiden pada 1910 yang ditandai gelar pertama di Piala Spanyol 1911-12.
Di Bawah Ancaman Perang (1930-1940)
Pada masa pemerintahan Primo de Rivera (1923-1930), Barcelona memang tertekan. Memasuki 1930-an, suasanya justru semakin menekan. Meski sempat tiga kali juara kompetisi lokal Catalan Cup, keadaan klub Barcelona benar-benar terombang-ambing. Sukses Lluis Company mendirikan negara Catalonia Merdeka pada 1933, membuat konsentrasi klub amburadul.
Beralihnya pemerintahan Spanyol kepada Jenderal Franco (1936), benar-benar semakin menyudutkan Barcelona. Tak hanya simbol-simbol Catalonia yang dilarang, kompleks olahraga Barcelona dibom pada 1938.
Yang menyakitkan tentulah penculikan dan pembunuhan terhadap Presiden Barcelona waktu itu, Josep Sunyol. Dia dieksekusi di daerah Guadalajara. Tapi, sampai kini tak ada yang tahu dimana mayatnya dibuang atau dikebumikan.
Perang saudara yang pecah pada 1936-1939 berpengaruh negatif kepada klub. Kompetisi dihentikan, sementara roda klub harus berjalan. Sebagai gantinya, Barcelona melakukan tur ke Meksiko dan Amerika Serikat.
Kesempatan ini justru dimanfaatkan oleh para pemain. Menyadari keadaan di Barcelona semakin tidak aman, separuh pemain Barcelona memilih untuk tidak pulang. Sebagian mencari suaka politik di Meksiko dan Amerika, sebagian lagi ke Perancis.
Alhasil, keadaan klub semakin kacau. Para pemain terbaik menghilang, sementara membangun tim baru masih sangat sulit.
Di sisi lain, tentara Franco masih sering menculik orang dan dibunuh.
Di lain pihak, prasangka orang Catalan meninggi. Jika ada yang dicurigai pro-Franco langsung diculik dan sering dibunuh. Salah satunya pemain kenamaan El Barca, Simiter. Beruntung, dia lolos dari eksekusi dan akhirnya melarikan diri ke Perancis dan membela Nice. Anggota klub pun merosot tajam dari 12.000 menjadi 3.486.
Di dekade ini, Barcelona benar-benar dihantam badai krisis yang sangat besar. Masih beruntung, jajaran pengurus klub masih bisa menjaga eksistensi klub meski hidup morat-marit.
Nyaris Degradasi (1942)
Memasuki dekade 1940-an, Barcelona bukannya membaik, tapi malah kacau. Maret 1940, Jenderal Franco menunjuk kroninya, Enric Pineyro, sebagai Presiden Barcelona. Tentu saja, ini menyakitkan bagi warga Catalonia.
Manajemen di bawah orang kepercayaan Franco ini mendapat tentangan warha Catalonia. Barcelona pun kehilangan gairah. Anggotanya kian merosot dan suporter seperti enggan mendukung. Bagi warga Catalonia, diangkatnya Pineyro sebagai presiden sama saja dengan penjajahan.
Hal ini juga berpengaruh buruk pada performa Barcelona. Di awal dekade ini, El Barca bermain tanpa jiwa. Meski sempat juara Piala Spanyol pada 1941-42, tapi sebenarnya kondisi tim dalam keadaan rapuh.
Di kompetisi Divisi Primera, Barca tak banyak berkutik. Kompetisi yang diikuti 12 tim itu seperti arena pembantaian El Barca. Dari 22 pertandingan yang dijalani, El Barca hanya menang 8 kali, seri 3 kali, dan kalah 11 kali.
Bahkan, El Barca diramal bakal terdegradasi, karena sempat menduduki urutan ke-11 dan 12. Beruntung, di akhir kompetisi mampu menambah kemenangan hingga berada di urutan ke-9 klasemen akhir. Hantu degradasi yang ditakutkan sepanjang kompetisi pun bisa ditepis.
Tapi, rasa sakit tetap tak hilang. Sebab, saat itu diketahui ada semacam konspirasi yang banyak merugikan Barcelona. Seperti halnya wasit yang sering menguntungkan Real Madrid.
Awal Millennium (2000-2003)

Ini bisa dikatakan masa terburuk dalam sejarah Barcelona. Sejak 1999 sampai 2003 di masa kepemimpinan Presiden Joan Gaspart, El Barca tak pernah sekali pun meraih gelar. Bahkan, penampilannya terhitung buruk. Salah satu contohnya ketika kalah dari tim Divisi III di Piala Spanyol.
Di kompetisi Divisi Primera lebih tidak meyakinkan. El Barca yang punya nama besar harus berjalan terseok-seok. Bahkan pada musim 2002-03, El Barca nyaris degradasi, setelah berada pada urutan ke-15 pada pertengahan kompetisi.
Pembelian sejumlah bintang seolah tak ada artinya. Padahal, nama-nama yang datang terbilang menjanjikan. Sebut saja Marc Overmars, Emannuel Petit, Javier Saviola, Juan Roman Riquelme, atau Philippe Christanval. Pembelian itu terkesan kurang mengindahkan kebutuhan. Lebih karena kepanikan Gaspart setelah membiarkan Luis Figo pergi ke Real Madrid pada tahun 2000.
Kondisi keuangan tak jauh berbeda. Inilah kondisi ekonomi El Barca terparah di sepanjang sejarah. Klub berutang 120 juta pounds, tanpa satu pun prestasi. "Di bawah Gaspart, El Barca mengalami kerusakan besar. Sampai-sampai, rakyat Catalonia pun enggan membicarakan klub. Mereka lebih suka membicarakan Manchester United, Juventus, atau bahkan Real Madrid," kata pemimpin redaksi Sports, Toni Fieros.