Sabtu, 28 Agustus 2010

Historia: Masa Kegelapan

Kegelapan menimbulkan duka yang sakitnya begitu luar biasa. Itu yang selalu dirasakan Barcelona setiap kali mengalami masa kemunduran. Seolah-olah, seluruh Catalonia bakal tenggelam ke dalam lautan lumpur hitam.
Bagi warga Catalonia, kemerosotan El Barca sama saja menghantam harga diri dan mengancam eksistensi mereka. Dunia seolah berbalik dan langit bagai akan runtuh. Wajah kota pun berubah muram. Minim senyum dan tawa, sebaliknya emosi akan meninggi. Bahkan, terkadang situasi menjadi rawan. Apalagi jika kelompok garis keras sudah mulai protes.
Namun, kemerosotan prestasi tak membuat para pengurus klub frustasi. Justru menjadi cambuk agar berusaha mati-matian untuk menjaga klub di level atas. Bagaimanapun, Barcelona adalah harta paling berharga bagi Catalonia.

Nyaris Bubar (1908)
Di saat gairah membuncah dan semangat meningkat, Barcelona justru mengalami kemunduran luar biasa pada awal abad ke-20. Kondisi klub benar-benar kritis. Para pemain sudah mulai tua, sementara kondisi keuangan merosot tajam. Regenerasi pun nyaris macet.
Kondisi makin tak terkendali, setelah presiden klub Vicenc Reig mengundurkan diri. Karena panik, bendahara klub Francesc Sanz mengusulkan agar FC Barcelona dibubarkan saja. Pertemuan darurat anggota klub pun segera dilakukan.
Jalan terasa buntu. Sebelum keputusan bubar ditetapkan, anggota asal Inggris, Wallace menanyakan, "Siapa yang sanggup menyelamatkan klub?"
Beruntung, Barcelona masih mempunyai sosok bermental baja. Tanpa ba-bi-bu, sang pendiri, Joan Gamper tak terima dan menyatakan siap menyelamatkan klub. "Barcelona tak akan mati dan tak boleh bubar. Saya siap menyelamatkan klub dan membesarkannya sejak saat ini," tekadnya.
Wallace diangkat sebagai presiden dan Gamper mendukungnya. Sang pendiri langsung sibuk menghimpun dana dari rekan-rekan bisnisnya untuk mengontrak pemain dan memperbaiki fasilitas. Kondisi semakin membaik setelah Gamper diangkat menjadi presiden pada 1910 yang ditandai gelar pertama di Piala Spanyol 1911-12.

Di Bawah Ancaman Perang (1930-1940)
Pada masa pemerintahan Primo de Rivera (1923-1930), Barcelona memang tertekan. Memasuki 1930-an, suasanya justru semakin menekan. Meski sempat tiga kali juara kompetisi lokal Catalan Cup, keadaan klub Barcelona benar-benar terombang-ambing. Sukses Lluis Company mendirikan negara Catalonia Merdeka pada 1933, membuat konsentrasi klub amburadul.
Beralihnya pemerintahan Spanyol kepada Jenderal Franco (1936), benar-benar semakin menyudutkan Barcelona. Tak hanya simbol-simbol Catalonia yang dilarang, kompleks olahraga Barcelona dibom pada 1938.
Yang menyakitkan tentulah penculikan dan pembunuhan terhadap Presiden Barcelona waktu itu, Josep Sunyol. Dia dieksekusi di daerah Guadalajara. Tapi, sampai kini tak ada yang tahu dimana mayatnya dibuang atau dikebumikan.
Perang saudara yang pecah pada 1936-1939 berpengaruh negatif kepada klub. Kompetisi dihentikan, sementara roda klub harus berjalan. Sebagai gantinya, Barcelona melakukan tur ke Meksiko dan Amerika Serikat.
Kesempatan ini justru dimanfaatkan oleh para pemain. Menyadari keadaan di Barcelona semakin tidak aman, separuh pemain Barcelona memilih untuk tidak pulang. Sebagian mencari suaka politik di Meksiko dan Amerika, sebagian lagi ke Perancis.
Alhasil, keadaan klub semakin kacau. Para pemain terbaik menghilang, sementara membangun tim baru masih sangat sulit.
Di sisi lain, tentara Franco masih sering menculik orang dan dibunuh.
Di lain pihak, prasangka orang Catalan meninggi. Jika ada yang dicurigai pro-Franco langsung diculik dan sering dibunuh. Salah satunya pemain kenamaan El Barca, Simiter. Beruntung, dia lolos dari eksekusi dan akhirnya melarikan diri ke Perancis dan membela Nice. Anggota klub pun merosot tajam dari 12.000 menjadi 3.486.
Di dekade ini, Barcelona benar-benar dihantam badai krisis yang sangat besar. Masih beruntung, jajaran pengurus klub masih bisa menjaga eksistensi klub meski hidup morat-marit.

Nyaris Degradasi (1942)
Memasuki dekade 1940-an, Barcelona bukannya membaik, tapi malah kacau. Maret 1940, Jenderal Franco menunjuk kroninya, Enric Pineyro, sebagai Presiden Barcelona. Tentu saja, ini menyakitkan bagi warga Catalonia.
Manajemen di bawah orang kepercayaan Franco ini mendapat tentangan warha Catalonia. Barcelona pun kehilangan gairah. Anggotanya kian merosot dan suporter seperti enggan mendukung. Bagi warga Catalonia, diangkatnya Pineyro sebagai presiden sama saja dengan penjajahan.
Hal ini juga berpengaruh buruk pada performa Barcelona. Di awal dekade ini, El Barca bermain tanpa jiwa. Meski sempat juara Piala Spanyol pada 1941-42, tapi sebenarnya kondisi tim dalam keadaan rapuh.
Di kompetisi Divisi Primera, Barca tak banyak berkutik. Kompetisi yang diikuti 12 tim itu seperti arena pembantaian El Barca. Dari 22 pertandingan yang dijalani, El Barca hanya menang 8 kali, seri 3 kali, dan kalah 11 kali.
Bahkan, El Barca diramal bakal terdegradasi, karena sempat menduduki urutan ke-11 dan 12. Beruntung, di akhir kompetisi mampu menambah kemenangan hingga berada di urutan ke-9 klasemen akhir. Hantu degradasi yang ditakutkan sepanjang kompetisi pun bisa ditepis.
Tapi, rasa sakit tetap tak hilang. Sebab, saat itu diketahui ada semacam konspirasi yang banyak merugikan Barcelona. Seperti halnya wasit yang sering menguntungkan Real Madrid.

Awal Millennium (2000-2003)
Ini bisa dikatakan masa terburuk dalam sejarah Barcelona. Sejak 1999 sampai 2003 di masa kepemimpinan Presiden Joan Gaspart, El Barca tak pernah sekali pun meraih gelar. Bahkan, penampilannya terhitung buruk. Salah satu contohnya ketika kalah dari tim Divisi III di Piala Spanyol.
Di kompetisi Divisi Primera lebih tidak meyakinkan. El Barca yang punya nama besar harus berjalan terseok-seok. Bahkan pada musim 2002-03, El Barca nyaris degradasi, setelah berada pada urutan ke-15 pada pertengahan kompetisi.
Pembelian sejumlah bintang seolah tak ada artinya. Padahal, nama-nama yang datang terbilang menjanjikan. Sebut saja Marc Overmars, Emannuel Petit, Javier Saviola, Juan Roman Riquelme, atau Philippe Christanval. Pembelian itu terkesan kurang mengindahkan kebutuhan. Lebih karena kepanikan Gaspart setelah membiarkan Luis Figo pergi ke Real Madrid pada tahun 2000.
Kondisi keuangan tak jauh berbeda. Inilah kondisi ekonomi El Barca terparah di sepanjang sejarah. Klub berutang 120 juta pounds, tanpa satu pun prestasi. "Di bawah Gaspart, El Barca mengalami kerusakan besar. Sampai-sampai, rakyat Catalonia pun enggan membicarakan klub. Mereka lebih suka membicarakan Manchester United, Juventus, atau bahkan Real Madrid," kata pemimpin redaksi Sports, Toni Fieros.

Jumat, 27 Agustus 2010

Historia: Masa Keemasan

Barcelona bukan sekadar klub. Begitu mereka mengklaim. Maka, kesuksesan Barcelona juga bukan sekadar kesuksesan sepak bola. Ada banyak nilai yang terkandung di dalamnya.
Bagi warga Catalonia, kesuksesan El Barca meraih gelar bagaikan kemerdekaan kecil. Sebab, Barcelona adalah representasi Catalonia yang sejak lama ingin merdeka. Kemenangan tim berjuluk Blaugrana ini sama saja proklamasi eksistensi Catalonia. Maka, akan sangat membahagiakan warga etnis tersebut, apalagi gelar yang diraih cukup bergengsi seperti Divisi Primera La Liga atau Liga Champions.
Beberapa kali Barcelona mengalami euforia "kemerdekaan" kecil itu. Sejak berdiri sampai sekarang, mereka setidaknya pernah merasakan nikmatnya empat kali periode masa emas.

First Glory (1919-1929)
Sepuluh tahun sebelum mengalami era kesuksesan pertama mereka, Barcelona nyaris dibubarkan. Beruntung Joan Gamper berani menjamin dan siap menyelamatkan tim yang dilanda krisis finansial. Hanya satu dekade, El Barca langsung mengalami euforia kejayaan untuuk pertama kalinya. Tim asal Catalonia ini pun merasa superior dan kepercayaan diri menjadi besar.
Memiliki pemain-pemain hebat seperti Samitier, Alcantara, Zamora, Sagi, Piera, dam Sancho, El Barca begitu superior di Spanyol. Mereka sulit ditaklukkan. Berbagai gelar pun direbut.
Di turnamen Piala Catalan, El Barca juara 9 kali berturut-turut dari musim 1918-19 sampai 1927-28. Di turnamen lebih bergengsi, Copa del Rey, El Barca juga jumawa dengan juara lima kali selama periode 1919-1929. Yakni pada musim 1919-20, 1921-22, 1924-25, 1925-26, 1927-28. Kejuaraan Spanyol (sebelum ada Liga Divisi Primera), juga dikuasai El Barca. Tiga gelar juara langsung disabet (1924-25, 1925-26, 1927-28).
Puncak dari semua itu adalah kesuksesan El Barca di Divisi Primera. Kompetisi profesional yang digelar pertama kali pada musim 1928-29, langsung dimenangkan Barcelona. Kesuksesan itu menimbulkan efek yang luar biasa, karena menjadi simbol supremasi warga Catalonia.
Serangkaian sukses itu berdampak luas. Barcelona makin kaya, bahkan pada 1922 langsung mampu membangun stadion sendiri, Les Corts yang berkapasitas 30.000 orang. Stadion itu pun menjadi simbol kebanggaan luar biasa bagi Catalonia. Eksistensi El Barca sebagai klub sepak bola besar pun mulai terbangun. Saking sakralnya, Les Corts disebut Catedral of Football. Sayang, setelah 1929 keadaan berubah.

Era Kubala (1951-1961)
Setelah era emas pertama, Barcelona seperti terseok-seok. Perang Saudara dan tekanan penguasa membuat klub ini sulit menemukan kejayaannya. Semagat juara Divisi Primera pada pertengahan 1940-an, tapi kemudian tenggelam kembali.
Baru pada 1950-an, Barcelona bangkit kembali menjadi raksasa Spanyol. Itu tak lepas dari kehadiran pemain Hungaria, Ladislao Kubala. Dia datang ke Barcelona karena dibawa pelatih senegaranya, Ferdinand Daucik. Keberadaan Kubala di Barcelona (1950-1961) dicatat El Barca sebagai masa keemasan kedua.
Baru melakukan debut Divisi Primera pada 1951, dia langsung menjadi striker paling menakutkan di Spanyol. Kubala mencetak 26 gol dalam 19 pertandingan di musim 1951-52 dan membawa El Barca juara.
Sebelas tahun di Barcelona, dia tampil maksimal dan menjadi tambang gol. Sebanyak 256 gol dia bukukan dari 329 penampilan. Soal gelar, dia ikut menyumbangkan empat gelar Divisi Primera (1951-52, 1952-53, 1958-59, 1959-60), empat Copa del Rey (1951-52, 1952-53, 1956-57, 1958-59), dan satu Piala Latin (1951-52).
Tak heran jika dalam poling yang dilakukan El Barca pada 1999, dia terpilih menjadi pemain terbaik yang pernah membela El Barca.

Era Johan Cruyff (1973-1978, 1988-1996)
Ada dua periode era Johan Cruyff. Periode 1973-1978 saat dia menjadi pemain dan 1988-1996 saat menjadi pelatih Barcelona. Meski begitu, Barcelona menggabungkan dua periode itu sebagai era Cruyff yang penuh kesuksesan.
Saat menjadi pemain, dia hanya mempersembahkan satu gelar Divisi Primera 1973-74. Begitu menjadi pelatih, dia langsung membawa puncak kebesaran El Barca di Eropa. Untuk pertama kalinya, dia membawa timnya juara Liga Champions 1991-92. Gelar yang sangat lama dirindukan El Barca.
Tak hanya itu. Di tingkat lokal, El Barca di bawah Cruyff juga tampil perkasa. Cruyff membawa klub ini juara Divisi Primera empat kali berturut-turut (1990-91, 1991-92, 1992-93, 1993-94). Hat-trick terbanyak yang pernah dialami Barcelona.
Tak hanya itu pula, Barcelona di bawah Cruyff juga mampu menjuarai Copa del Rey dua kali (1987-88, 1989-90) dan Piala Super Spanyol tiga kali (1991-92, 1992-93, 1994-95). Masa ini dinilai sebagai masa terindah dan terhebat, karena sukses di lokal dan di tingkat internasional.
Di bidang manajemen, Barcelona juga mengalami kemajuan luar biasa di bawah Presiden Josep Lluis Nunez. Keuangan Barcelona juga mengalami tingkat tertinggi, hingga mampu membangun stadion mini untuk tempat bertanding tim junior El Barca di dekat Camp Nou.

Era Laporta (2003-2010)
Era yang bergairah lagi. Sebelumya, Barcelona sempat bopeng baik di segi prestasi maupun keuangan di bawah kepemimpin Joan Gaspart. Itu pula sebabnya Gaspart mengundurkan diri pada 2003.
Joan Laporta yang terpilih sebagai presiden baru langsung membuat gebrakan. Selain mengontrak pelatih Frank Rijkaard, dia mendatangkan banyak bintang cespleng. Diantaranya Ronaldinho, Deco, Henrik Larsson, Samuel Eto'o, dan Ludovic Giuly. Hasilnya langsung membangkitkan keperkasaan El Barca.
Gagal di musim pertama, Barcelona langsung bangkit sejak musim berikutnya dengan menyabet gelar Divisi Primera (2004-05 dan 2005-06). Bahkan, El Barca juga melengkapinya dengan trofi Liga Champions 2005-06. Itu trofi kedua setelah era Cruyff yang tentu sangat membahagiakan, apalagi sebelumnya klub dalam keadaan terpuruk.
Sebab itu, muncul harapan dan impian, era Laporta akan mengulang kesuksesan era Cruyff. Tapi sayang, dua musim berikutnya El Barca gagal menjuarai Divisi Primera. Melihat keadaan itu, Laporta bertindak cepat dengan mendatangkan pelatih baru Pep Guardiola yang dahulu menjadi tulang punggung "The Dream Team" Barcelona di bawah kepelatihan Cruyff.
Tindakan itu terbukti tepat. Barcelona kembali menjuarai Divisi Primera dua musim berturut-turut (2008-09 dan 2009-10). Bahkan, El Barca menjadi klub terbaik di dunia pada musim 2008-09 karena berhasil menyabet semua gelar yang dapat dimenangkan, yaitu gelar Divisi Primera, Copa del Rey, Liga Champions, Piala Super Spanyol, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub. Dengan gelar tersebut menunjukkan era Laporta lebih baik ketimbang era Cruyff sebab dapat memenangkan gelar-gelar Internasional.

Kamis, 26 Agustus 2010

Lagu Kebangsaan Catalonia

Nama lagu kebangsaan Catalonia, Els Segadors, muncul pada abad ke-19. Lagu ini liriknya ditulis oleh Emili Guanyavents pada 1899, selaras dengan kelahiran Barcelona. Sedangkan melodi lagunya lebih dulu digubah oleh Francesc Alio pada 1892. Inspirasi lagu ini adalah perjuangan warga Catalan dalam melawan Raja Philip IV pada 1639-1640.

Els Segadors
Catalunya triomfant
tornara a ser rica i plena
Endarrera aquesta gent
tan ufana i tan superba

Bon cop de falc
Bon cop de falc
Defensors de la terra
Bon cop de falc

Ara es hora, segadors
Ara es hora d'estar alerta
Per quan vingui un altre juny
esmolem ben be les eines

Bon cop de falc
Bon cop de falc
Defensors de la terra
Bon cop de falc

Que tremoli l'enemic
en veient la nostra ensenya
Com fem caure espigues d'or
quan conve seguem cadenes
Let the enemy tremble

Bon cop de falc
Bon cop de falc
Defensors de la terra
Bon cop de falc

Mau download lagu kebangsaan Catalonia "Els Segadors"?

Minggu, 22 Agustus 2010

Catalonia

Fakta Catalonia
Letak : Iberia baigian timur laut (Spanyol bagian tenggara)
Perbatasan wilayah : Tarragona (barat), Perancis (timur), Zarragoza dan Pamplona (utara), laut Mediterania (selatan)
Luas areal : 32.000 km persegi
Jumlah penduduk : 6 juta jiwa

Timnas Catalonia :
Timnas Catalonia didirikan sebagai bentuk proklamasi bahwa Catalonia adalah negara yang terpisah dari Spanyol. Anggotanya kebanyakan pemain Barcelona. Namun, karena bukan timnas resmi, mereka tidak pernah bisa mengikuti ajang yang diselenggaraka FIFA. Padahal, sejumlah nama terkenal pernah membela panji-panji Catalonia ini.
Pemain terkenal :
Paulino Alcantara, Sergi Barjuan, Francisco Bru, Albert Celades, Jordi Cruyff, Francesc Fabregas, Albert Ferrer, Gabri, Luis Garcia, Josep Guardiola, Ladislav Kubala, Gerard Lopez, Albert Luque, Carles Puyol, Carles Rexach, Joan Segarra, Victor Valdes, Xavi, Ricardo Zamora.

Historia: Ditekan para Diktator

Bukan sekarang saja Catalanisme berkembang pesat. Gerakan kemerdekaan Catalonia sebenarnya sudah dilakukan sejak lama, terutama mulai abad ke-17. Namun, upaya itu selalu membentur kerasnya tembok kekuasaan. Bahkan, tak jarang gerakan itu sengaja dilibas kekuasaan Spanyol.
Upaya pemberontakan terhadap Raja Joan II 1462-1473 adalah contohnya. Tekanan terhadap Catalonia sempat berkurang. Tapi, pada 1714, Catalonia kembali sepenuhnya diatur dan dikuasai Spanyol. Bahkan, tekanan semakin diperketat. Mereka tak boleh berdagang dengan Amerika yang menjadi sumber penghasilan terbesar. Tak hanya itu, berbagai atribut Catalonia, termasuk bahasa dilarang digunakan.
Bersamaan dengan lahirnya FC Barcelona, gerakan Catalanisme seakan mendapat energi untuk membesar. Bahkan, di akhir abad ke-19 itu dinilai sebagai demam terbesar untuk menegakkan negara Catalonia.
Maka, kelahiran Barcelona pada 1899 langsung disambut gembira. Mereka memperlakukan klub ini sebagai simbol perlawanan, sekaligus simbol eksistensi Catalonia. Wajar jika klub ini semakin besar dan merasuk di hati masyarakat, mengalahkan egoisme kelompok dan agama.
Segera setelah itu, Barcelona langsung menjadi alat kampanye Catalanisme. Namun, perubahan politik di Spanyol meretas jalan terjal bagi gerakan Catalanisme. Munculnya Jenderal Primo de Rivera sebagai penguasa Spanyol dari 1923-1930, menjadi mimpi buruk bagi Catalonia.
Sebuah upaya memerdekakan Catalonia lewat gerakan Mancomunidad Catalana langsung diberangus Primo de Rivera. Dia melarang segala sesuatu yang berbentuk Catalonia eksis di Spanyol. Kebudayaan, bahasa, dan berbagai atribut Catalonia dilarang keras.
Pada 24 Juni 1925, Presiden Barcelona waktu itu, Joan Gamper, mengadakan pertandingan persahabatan lawan para pelayar Inggris di Les Corts. Sebanyak 14.000 penonton hadir, hampir semuanya orang Catalonia. Lagu kebangsaan kedua negara diperdengarkan. Saat lagu kebangsaan Spanyol dinyanyikan, penonton menyoraki dan mencacinya. Sebaliknya saat lagu kebangsaan Inggris diperdengarkan, mereka memujinya.
Itu gerakan Catalanisme paling berani di masa kekuasaan Primo de Rivera. Sang penguasa pun marah besar. Kontan, larangan terhadap hal-hal yang berbau Catalonia diperketat. Joan Gamper diusir dari Spanyol. Sedangkan Les Corts tak boleh digunakan selama enam bulan. Otomatis, Barcelona pun kesulitan bermain dan tidak bisa berkembang.

Makin Kecut di Bawah Franco
Saat kekuasaan beralih ke Jenderal Franco pada 1936-1975, keadaan justru semakin buruk. Larangan terhadap semua yang berbau Catalonia makin diperketat. Barcelona yang menjadi simbol pemberontakan warga Catalonia dianggap musuh nomor satu di Spanyol.
Beruntung, El Barca tetap boleh eksis dan bertanding. Tapi, keberadaannya tetap dalam tekanan . Logo klub tak boleh dipakai selama pemerintahan Jenderal Franco.
Duka tak lepas dari klub ini, karena kaitannya dengan Catalanisme. Pada 1938, Jenderal Franco seolah ingin menghapus Barcelona sebagai media ekspresi Catalonia. Dia memerintahkan pasukannya untuk menjatuhkan bom di kompleks olahraga Barcelona. Akibatnya, semua fasilitas hancur lebur. Bahkan Presiden Barcelona waktu itu, Josep Sunyol diculik dan akhirnya dieksekusi.
Duka yang membakar dendam Barcelona, begitu juga warga Catalonia. Namun, tekanan Franco tak pernah reda. Justru, nasib Barcelona semakin kecut.
Sinisme Franco diperlihatkan dengan perbedaan perlakuan terhadap klub sepak bola di Spanyol. Barcelona selalu menjadi klub yang dirugikan. Sebaliknya Real Madrid selalu didukung dan dinomorsatukan.
Maklum, bagi Franco, Real Madrid menjadi simbol Spanyol. Simbol sukses pemerintahannya. Maka, kesuksesan Madrid adalah kesuksesannya, juga negara Spanyol. Sudah menjadi rahasia umum, pengaruh Franco begitu besar terhadap klub ini.
Sebagai contoh saat terjadi perebutan bintang besar asal Argentina, Alfredo di Stefano, antara Barcelona dan Madrid. Di Stefano akhirnya berhasil direkrut Madrid, karena ditengarai ada campur tangan Franco. Padahal, sebelumnya El Barca lebih dahulu mendekati Di Stefano.
Kematian Franco pada 1975 membawa angin segar bagi Barcelona. Klub ini pun akhirnya bergairah untuk memburu berbagai gelar. Apalagi, ketika pemerintah Spanyol memberikan hak otonomi pada 1979. Gairah warga Catalonia semakin membuncah. Bahkan, otonomi Catalonia lebih besar daripada Irlandia Utara atau Skotlandia dari pemerintah Britania Raya.
Maka, Catalanisme pun semakin subur. Bahkan Barcelona kemudian berani memakai logo di dadanya. Ini bentuk dari upaya menegakkan eksistensi Catalonia. Tak hanya itu, lagu kebangsaan Catalonia sering diperdengarkan setiap El Barca bermain.
Mereka juga punya timnas sendiri yang dibentuk sejak 1912. Jika dulu jarang bermain, kini sering turun lapangan di saat rehat kompetisi. Biasanya dalam format persahabatan dengan tim-tim luar negeri.
Catalanisme dan Barcelona memang tak bisa dipisahkan. Keduanya senasib dan sepenanggungan. Jika Catalanisme ditekan, El Barca pun sudah pasti akan kena imbasnya. Meski begitu, posisi tersebut tak pernah berubah. El Barca sendiri bangga menjadi wakil dan simbol Catalonia.