Bagi warga Catalonia, kesuksesan El Barca meraih gelar bagaikan kemerdekaan kecil. Sebab, Barcelona adalah representasi Catalonia yang sejak lama ingin merdeka. Kemenangan tim berjuluk Blaugrana ini sama saja proklamasi eksistensi Catalonia. Maka, akan sangat membahagiakan warga etnis tersebut, apalagi gelar yang diraih cukup bergengsi seperti Divisi Primera La Liga atau Liga Champions.
Beberapa kali Barcelona mengalami euforia "kemerdekaan" kecil itu. Sejak berdiri sampai sekarang, mereka setidaknya pernah merasakan nikmatnya empat kali periode masa emas.
First Glory (1919-1929)
Sepuluh tahun sebelum mengalami era kesuksesan pertama mereka, Barcelona nyaris dibubarkan. Beruntung Joan Gamper berani menjamin dan siap menyelamatkan tim yang dilanda krisis finansial. Hanya satu dekade, El Barca langsung mengalami euforia kejayaan untuuk pertama kalinya. Tim asal Catalonia ini pun merasa superior dan kepercayaan diri menjadi besar.
Memiliki pemain-pemain hebat seperti Samitier, Alcantara, Zamora, Sagi, Piera, dam Sancho, El Barca begitu superior di Spanyol. Mereka sulit ditaklukkan. Berbagai gelar pun direbut.
Di turnamen Piala Catalan, El Barca juara 9 kali berturut-turut dari musim 1918-19 sampai 1927-28. Di turnamen lebih bergengsi, Copa del Rey, El Barca juga jumawa dengan juara lima kali selama periode 1919-1929. Yakni pada musim 1919-20, 1921-22, 1924-25, 1925-26, 1927-28. Kejuaraan Spanyol (sebelum ada Liga Divisi Primera), juga dikuasai El Barca. Tiga gelar juara langsung disabet (1924-25, 1925-26, 1927-28).
Puncak dari semua itu adalah kesuksesan El Barca di Divisi Primera. Kompetisi profesional yang digelar pertama kali pada musim 1928-29, langsung dimenangkan Barcelona. Kesuksesan itu menimbulkan efek yang luar biasa, karena menjadi simbol supremasi warga Catalonia.
Serangkaian sukses itu berdampak luas. Barcelona makin kaya, bahkan pada 1922 langsung mampu membangun stadion sendiri, Les Corts yang berkapasitas 30.000 orang. Stadion itu pun menjadi simbol kebanggaan luar biasa bagi Catalonia. Eksistensi El Barca sebagai klub sepak bola besar pun mulai terbangun. Saking sakralnya, Les Corts disebut Catedral of Football. Sayang, setelah 1929 keadaan berubah.
Era Kubala (1951-1961)

Setelah era emas pertama, Barcelona seperti terseok-seok. Perang Saudara dan tekanan penguasa membuat klub ini sulit menemukan kejayaannya. Semagat juara Divisi Primera pada pertengahan 1940-an, tapi kemudian tenggelam kembali.
Baru pada 1950-an, Barcelona bangkit kembali menjadi raksasa Spanyol. Itu tak lepas dari kehadiran pemain Hungaria, Ladislao Kubala. Dia datang ke Barcelona karena dibawa pelatih senegaranya, Ferdinand Daucik. Keberadaan Kubala di Barcelona (1950-1961) dicatat El Barca sebagai masa keemasan kedua.
Baru melakukan debut Divisi Primera pada 1951, dia langsung menjadi striker paling menakutkan di Spanyol. Kubala mencetak 26 gol dalam 19 pertandingan di musim 1951-52 dan membawa El Barca juara.
Sebelas tahun di Barcelona, dia tampil maksimal dan menjadi tambang gol. Sebanyak 256 gol dia bukukan dari 329 penampilan. Soal gelar, dia ikut menyumbangkan empat gelar Divisi Primera (1951-52, 1952-53, 1958-59, 1959-60), empat Copa del Rey (1951-52, 1952-53, 1956-57, 1958-59), dan satu Piala Latin (1951-52).
Tak heran jika dalam poling yang dilakukan El Barca pada 1999, dia terpilih menjadi pemain terbaik yang pernah membela El Barca.
Era Johan Cruyff (1973-1978, 1988-1996)

Ada dua periode era Johan Cruyff. Periode 1973-1978 saat dia menjadi pemain dan 1988-1996 saat menjadi pelatih Barcelona. Meski begitu, Barcelona menggabungkan dua periode itu sebagai era Cruyff yang penuh kesuksesan.
Saat menjadi pemain, dia hanya mempersembahkan satu gelar Divisi Primera 1973-74. Begitu menjadi pelatih, dia langsung membawa puncak kebesaran El Barca di Eropa. Untuk pertama kalinya, dia membawa timnya juara Liga Champions 1991-92. Gelar yang sangat lama dirindukan El Barca.
Tak hanya itu. Di tingkat lokal, El Barca di bawah Cruyff juga tampil perkasa. Cruyff membawa klub ini juara Divisi Primera empat kali berturut-turut (1990-91, 1991-92, 1992-93, 1993-94). Hat-trick terbanyak yang pernah dialami Barcelona.
Tak hanya itu pula, Barcelona di bawah Cruyff juga mampu menjuarai Copa del Rey dua kali (1987-88, 1989-90) dan Piala Super Spanyol tiga kali (1991-92, 1992-93, 1994-95). Masa ini dinilai sebagai masa terindah dan terhebat, karena sukses di lokal dan di tingkat internasional.
Di bidang manajemen, Barcelona juga mengalami kemajuan luar biasa di bawah Presiden Josep Lluis Nunez. Keuangan Barcelona juga mengalami tingkat tertinggi, hingga mampu membangun stadion mini untuk tempat bertanding tim junior El Barca di dekat Camp Nou.
Era Laporta (2003-2010)

Era yang bergairah lagi. Sebelumya, Barcelona sempat bopeng baik di segi prestasi maupun keuangan di bawah kepemimpin Joan Gaspart. Itu pula sebabnya Gaspart mengundurkan diri pada 2003.
Joan Laporta yang terpilih sebagai presiden baru langsung membuat gebrakan. Selain mengontrak pelatih Frank Rijkaard, dia mendatangkan banyak bintang cespleng. Diantaranya Ronaldinho, Deco, Henrik Larsson, Samuel Eto'o, dan Ludovic Giuly. Hasilnya langsung membangkitkan keperkasaan El Barca.
Gagal di musim pertama, Barcelona langsung bangkit sejak musim berikutnya dengan menyabet gelar Divisi Primera (2004-05 dan 2005-06). Bahkan, El Barca juga melengkapinya dengan trofi Liga Champions 2005-06. Itu trofi kedua setelah era Cruyff yang tentu sangat membahagiakan, apalagi sebelumnya klub dalam keadaan terpuruk.
Sebab itu, muncul harapan dan impian, era Laporta akan mengulang kesuksesan era Cruyff. Tapi sayang, dua musim berikutnya El Barca gagal menjuarai Divisi Primera. Melihat keadaan itu, Laporta bertindak cepat dengan mendatangkan pelatih baru Pep Guardiola yang dahulu menjadi tulang punggung "The Dream Team" Barcelona di bawah kepelatihan Cruyff.

Tindakan itu terbukti tepat. Barcelona kembali menjuarai Divisi Primera dua musim berturut-turut (2008-09 dan 2009-10). Bahkan, El Barca menjadi klub terbaik di dunia pada musim 2008-09 karena berhasil menyabet semua gelar yang dapat dimenangkan, yaitu gelar Divisi Primera, Copa del Rey, Liga Champions, Piala Super Spanyol, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub. Dengan gelar tersebut menunjukkan era Laporta lebih baik ketimbang era Cruyff sebab dapat memenangkan gelar-gelar Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar