Sabtu, 28 Agustus 2010

Historia: Masa Kegelapan

Kegelapan menimbulkan duka yang sakitnya begitu luar biasa. Itu yang selalu dirasakan Barcelona setiap kali mengalami masa kemunduran. Seolah-olah, seluruh Catalonia bakal tenggelam ke dalam lautan lumpur hitam.
Bagi warga Catalonia, kemerosotan El Barca sama saja menghantam harga diri dan mengancam eksistensi mereka. Dunia seolah berbalik dan langit bagai akan runtuh. Wajah kota pun berubah muram. Minim senyum dan tawa, sebaliknya emosi akan meninggi. Bahkan, terkadang situasi menjadi rawan. Apalagi jika kelompok garis keras sudah mulai protes.
Namun, kemerosotan prestasi tak membuat para pengurus klub frustasi. Justru menjadi cambuk agar berusaha mati-matian untuk menjaga klub di level atas. Bagaimanapun, Barcelona adalah harta paling berharga bagi Catalonia.

Nyaris Bubar (1908)
Di saat gairah membuncah dan semangat meningkat, Barcelona justru mengalami kemunduran luar biasa pada awal abad ke-20. Kondisi klub benar-benar kritis. Para pemain sudah mulai tua, sementara kondisi keuangan merosot tajam. Regenerasi pun nyaris macet.
Kondisi makin tak terkendali, setelah presiden klub Vicenc Reig mengundurkan diri. Karena panik, bendahara klub Francesc Sanz mengusulkan agar FC Barcelona dibubarkan saja. Pertemuan darurat anggota klub pun segera dilakukan.
Jalan terasa buntu. Sebelum keputusan bubar ditetapkan, anggota asal Inggris, Wallace menanyakan, "Siapa yang sanggup menyelamatkan klub?"
Beruntung, Barcelona masih mempunyai sosok bermental baja. Tanpa ba-bi-bu, sang pendiri, Joan Gamper tak terima dan menyatakan siap menyelamatkan klub. "Barcelona tak akan mati dan tak boleh bubar. Saya siap menyelamatkan klub dan membesarkannya sejak saat ini," tekadnya.
Wallace diangkat sebagai presiden dan Gamper mendukungnya. Sang pendiri langsung sibuk menghimpun dana dari rekan-rekan bisnisnya untuk mengontrak pemain dan memperbaiki fasilitas. Kondisi semakin membaik setelah Gamper diangkat menjadi presiden pada 1910 yang ditandai gelar pertama di Piala Spanyol 1911-12.

Di Bawah Ancaman Perang (1930-1940)
Pada masa pemerintahan Primo de Rivera (1923-1930), Barcelona memang tertekan. Memasuki 1930-an, suasanya justru semakin menekan. Meski sempat tiga kali juara kompetisi lokal Catalan Cup, keadaan klub Barcelona benar-benar terombang-ambing. Sukses Lluis Company mendirikan negara Catalonia Merdeka pada 1933, membuat konsentrasi klub amburadul.
Beralihnya pemerintahan Spanyol kepada Jenderal Franco (1936), benar-benar semakin menyudutkan Barcelona. Tak hanya simbol-simbol Catalonia yang dilarang, kompleks olahraga Barcelona dibom pada 1938.
Yang menyakitkan tentulah penculikan dan pembunuhan terhadap Presiden Barcelona waktu itu, Josep Sunyol. Dia dieksekusi di daerah Guadalajara. Tapi, sampai kini tak ada yang tahu dimana mayatnya dibuang atau dikebumikan.
Perang saudara yang pecah pada 1936-1939 berpengaruh negatif kepada klub. Kompetisi dihentikan, sementara roda klub harus berjalan. Sebagai gantinya, Barcelona melakukan tur ke Meksiko dan Amerika Serikat.
Kesempatan ini justru dimanfaatkan oleh para pemain. Menyadari keadaan di Barcelona semakin tidak aman, separuh pemain Barcelona memilih untuk tidak pulang. Sebagian mencari suaka politik di Meksiko dan Amerika, sebagian lagi ke Perancis.
Alhasil, keadaan klub semakin kacau. Para pemain terbaik menghilang, sementara membangun tim baru masih sangat sulit.
Di sisi lain, tentara Franco masih sering menculik orang dan dibunuh.
Di lain pihak, prasangka orang Catalan meninggi. Jika ada yang dicurigai pro-Franco langsung diculik dan sering dibunuh. Salah satunya pemain kenamaan El Barca, Simiter. Beruntung, dia lolos dari eksekusi dan akhirnya melarikan diri ke Perancis dan membela Nice. Anggota klub pun merosot tajam dari 12.000 menjadi 3.486.
Di dekade ini, Barcelona benar-benar dihantam badai krisis yang sangat besar. Masih beruntung, jajaran pengurus klub masih bisa menjaga eksistensi klub meski hidup morat-marit.

Nyaris Degradasi (1942)
Memasuki dekade 1940-an, Barcelona bukannya membaik, tapi malah kacau. Maret 1940, Jenderal Franco menunjuk kroninya, Enric Pineyro, sebagai Presiden Barcelona. Tentu saja, ini menyakitkan bagi warga Catalonia.
Manajemen di bawah orang kepercayaan Franco ini mendapat tentangan warha Catalonia. Barcelona pun kehilangan gairah. Anggotanya kian merosot dan suporter seperti enggan mendukung. Bagi warga Catalonia, diangkatnya Pineyro sebagai presiden sama saja dengan penjajahan.
Hal ini juga berpengaruh buruk pada performa Barcelona. Di awal dekade ini, El Barca bermain tanpa jiwa. Meski sempat juara Piala Spanyol pada 1941-42, tapi sebenarnya kondisi tim dalam keadaan rapuh.
Di kompetisi Divisi Primera, Barca tak banyak berkutik. Kompetisi yang diikuti 12 tim itu seperti arena pembantaian El Barca. Dari 22 pertandingan yang dijalani, El Barca hanya menang 8 kali, seri 3 kali, dan kalah 11 kali.
Bahkan, El Barca diramal bakal terdegradasi, karena sempat menduduki urutan ke-11 dan 12. Beruntung, di akhir kompetisi mampu menambah kemenangan hingga berada di urutan ke-9 klasemen akhir. Hantu degradasi yang ditakutkan sepanjang kompetisi pun bisa ditepis.
Tapi, rasa sakit tetap tak hilang. Sebab, saat itu diketahui ada semacam konspirasi yang banyak merugikan Barcelona. Seperti halnya wasit yang sering menguntungkan Real Madrid.

Awal Millennium (2000-2003)
Ini bisa dikatakan masa terburuk dalam sejarah Barcelona. Sejak 1999 sampai 2003 di masa kepemimpinan Presiden Joan Gaspart, El Barca tak pernah sekali pun meraih gelar. Bahkan, penampilannya terhitung buruk. Salah satu contohnya ketika kalah dari tim Divisi III di Piala Spanyol.
Di kompetisi Divisi Primera lebih tidak meyakinkan. El Barca yang punya nama besar harus berjalan terseok-seok. Bahkan pada musim 2002-03, El Barca nyaris degradasi, setelah berada pada urutan ke-15 pada pertengahan kompetisi.
Pembelian sejumlah bintang seolah tak ada artinya. Padahal, nama-nama yang datang terbilang menjanjikan. Sebut saja Marc Overmars, Emannuel Petit, Javier Saviola, Juan Roman Riquelme, atau Philippe Christanval. Pembelian itu terkesan kurang mengindahkan kebutuhan. Lebih karena kepanikan Gaspart setelah membiarkan Luis Figo pergi ke Real Madrid pada tahun 2000.
Kondisi keuangan tak jauh berbeda. Inilah kondisi ekonomi El Barca terparah di sepanjang sejarah. Klub berutang 120 juta pounds, tanpa satu pun prestasi. "Di bawah Gaspart, El Barca mengalami kerusakan besar. Sampai-sampai, rakyat Catalonia pun enggan membicarakan klub. Mereka lebih suka membicarakan Manchester United, Juventus, atau bahkan Real Madrid," kata pemimpin redaksi Sports, Toni Fieros.

Jumat, 27 Agustus 2010

Historia: Masa Keemasan

Barcelona bukan sekadar klub. Begitu mereka mengklaim. Maka, kesuksesan Barcelona juga bukan sekadar kesuksesan sepak bola. Ada banyak nilai yang terkandung di dalamnya.
Bagi warga Catalonia, kesuksesan El Barca meraih gelar bagaikan kemerdekaan kecil. Sebab, Barcelona adalah representasi Catalonia yang sejak lama ingin merdeka. Kemenangan tim berjuluk Blaugrana ini sama saja proklamasi eksistensi Catalonia. Maka, akan sangat membahagiakan warga etnis tersebut, apalagi gelar yang diraih cukup bergengsi seperti Divisi Primera La Liga atau Liga Champions.
Beberapa kali Barcelona mengalami euforia "kemerdekaan" kecil itu. Sejak berdiri sampai sekarang, mereka setidaknya pernah merasakan nikmatnya empat kali periode masa emas.

First Glory (1919-1929)
Sepuluh tahun sebelum mengalami era kesuksesan pertama mereka, Barcelona nyaris dibubarkan. Beruntung Joan Gamper berani menjamin dan siap menyelamatkan tim yang dilanda krisis finansial. Hanya satu dekade, El Barca langsung mengalami euforia kejayaan untuuk pertama kalinya. Tim asal Catalonia ini pun merasa superior dan kepercayaan diri menjadi besar.
Memiliki pemain-pemain hebat seperti Samitier, Alcantara, Zamora, Sagi, Piera, dam Sancho, El Barca begitu superior di Spanyol. Mereka sulit ditaklukkan. Berbagai gelar pun direbut.
Di turnamen Piala Catalan, El Barca juara 9 kali berturut-turut dari musim 1918-19 sampai 1927-28. Di turnamen lebih bergengsi, Copa del Rey, El Barca juga jumawa dengan juara lima kali selama periode 1919-1929. Yakni pada musim 1919-20, 1921-22, 1924-25, 1925-26, 1927-28. Kejuaraan Spanyol (sebelum ada Liga Divisi Primera), juga dikuasai El Barca. Tiga gelar juara langsung disabet (1924-25, 1925-26, 1927-28).
Puncak dari semua itu adalah kesuksesan El Barca di Divisi Primera. Kompetisi profesional yang digelar pertama kali pada musim 1928-29, langsung dimenangkan Barcelona. Kesuksesan itu menimbulkan efek yang luar biasa, karena menjadi simbol supremasi warga Catalonia.
Serangkaian sukses itu berdampak luas. Barcelona makin kaya, bahkan pada 1922 langsung mampu membangun stadion sendiri, Les Corts yang berkapasitas 30.000 orang. Stadion itu pun menjadi simbol kebanggaan luar biasa bagi Catalonia. Eksistensi El Barca sebagai klub sepak bola besar pun mulai terbangun. Saking sakralnya, Les Corts disebut Catedral of Football. Sayang, setelah 1929 keadaan berubah.

Era Kubala (1951-1961)
Setelah era emas pertama, Barcelona seperti terseok-seok. Perang Saudara dan tekanan penguasa membuat klub ini sulit menemukan kejayaannya. Semagat juara Divisi Primera pada pertengahan 1940-an, tapi kemudian tenggelam kembali.
Baru pada 1950-an, Barcelona bangkit kembali menjadi raksasa Spanyol. Itu tak lepas dari kehadiran pemain Hungaria, Ladislao Kubala. Dia datang ke Barcelona karena dibawa pelatih senegaranya, Ferdinand Daucik. Keberadaan Kubala di Barcelona (1950-1961) dicatat El Barca sebagai masa keemasan kedua.
Baru melakukan debut Divisi Primera pada 1951, dia langsung menjadi striker paling menakutkan di Spanyol. Kubala mencetak 26 gol dalam 19 pertandingan di musim 1951-52 dan membawa El Barca juara.
Sebelas tahun di Barcelona, dia tampil maksimal dan menjadi tambang gol. Sebanyak 256 gol dia bukukan dari 329 penampilan. Soal gelar, dia ikut menyumbangkan empat gelar Divisi Primera (1951-52, 1952-53, 1958-59, 1959-60), empat Copa del Rey (1951-52, 1952-53, 1956-57, 1958-59), dan satu Piala Latin (1951-52).
Tak heran jika dalam poling yang dilakukan El Barca pada 1999, dia terpilih menjadi pemain terbaik yang pernah membela El Barca.

Era Johan Cruyff (1973-1978, 1988-1996)
Ada dua periode era Johan Cruyff. Periode 1973-1978 saat dia menjadi pemain dan 1988-1996 saat menjadi pelatih Barcelona. Meski begitu, Barcelona menggabungkan dua periode itu sebagai era Cruyff yang penuh kesuksesan.
Saat menjadi pemain, dia hanya mempersembahkan satu gelar Divisi Primera 1973-74. Begitu menjadi pelatih, dia langsung membawa puncak kebesaran El Barca di Eropa. Untuk pertama kalinya, dia membawa timnya juara Liga Champions 1991-92. Gelar yang sangat lama dirindukan El Barca.
Tak hanya itu. Di tingkat lokal, El Barca di bawah Cruyff juga tampil perkasa. Cruyff membawa klub ini juara Divisi Primera empat kali berturut-turut (1990-91, 1991-92, 1992-93, 1993-94). Hat-trick terbanyak yang pernah dialami Barcelona.
Tak hanya itu pula, Barcelona di bawah Cruyff juga mampu menjuarai Copa del Rey dua kali (1987-88, 1989-90) dan Piala Super Spanyol tiga kali (1991-92, 1992-93, 1994-95). Masa ini dinilai sebagai masa terindah dan terhebat, karena sukses di lokal dan di tingkat internasional.
Di bidang manajemen, Barcelona juga mengalami kemajuan luar biasa di bawah Presiden Josep Lluis Nunez. Keuangan Barcelona juga mengalami tingkat tertinggi, hingga mampu membangun stadion mini untuk tempat bertanding tim junior El Barca di dekat Camp Nou.

Era Laporta (2003-2010)
Era yang bergairah lagi. Sebelumya, Barcelona sempat bopeng baik di segi prestasi maupun keuangan di bawah kepemimpin Joan Gaspart. Itu pula sebabnya Gaspart mengundurkan diri pada 2003.
Joan Laporta yang terpilih sebagai presiden baru langsung membuat gebrakan. Selain mengontrak pelatih Frank Rijkaard, dia mendatangkan banyak bintang cespleng. Diantaranya Ronaldinho, Deco, Henrik Larsson, Samuel Eto'o, dan Ludovic Giuly. Hasilnya langsung membangkitkan keperkasaan El Barca.
Gagal di musim pertama, Barcelona langsung bangkit sejak musim berikutnya dengan menyabet gelar Divisi Primera (2004-05 dan 2005-06). Bahkan, El Barca juga melengkapinya dengan trofi Liga Champions 2005-06. Itu trofi kedua setelah era Cruyff yang tentu sangat membahagiakan, apalagi sebelumnya klub dalam keadaan terpuruk.
Sebab itu, muncul harapan dan impian, era Laporta akan mengulang kesuksesan era Cruyff. Tapi sayang, dua musim berikutnya El Barca gagal menjuarai Divisi Primera. Melihat keadaan itu, Laporta bertindak cepat dengan mendatangkan pelatih baru Pep Guardiola yang dahulu menjadi tulang punggung "The Dream Team" Barcelona di bawah kepelatihan Cruyff.
Tindakan itu terbukti tepat. Barcelona kembali menjuarai Divisi Primera dua musim berturut-turut (2008-09 dan 2009-10). Bahkan, El Barca menjadi klub terbaik di dunia pada musim 2008-09 karena berhasil menyabet semua gelar yang dapat dimenangkan, yaitu gelar Divisi Primera, Copa del Rey, Liga Champions, Piala Super Spanyol, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub. Dengan gelar tersebut menunjukkan era Laporta lebih baik ketimbang era Cruyff sebab dapat memenangkan gelar-gelar Internasional.

Kamis, 26 Agustus 2010

Lagu Kebangsaan Catalonia

Nama lagu kebangsaan Catalonia, Els Segadors, muncul pada abad ke-19. Lagu ini liriknya ditulis oleh Emili Guanyavents pada 1899, selaras dengan kelahiran Barcelona. Sedangkan melodi lagunya lebih dulu digubah oleh Francesc Alio pada 1892. Inspirasi lagu ini adalah perjuangan warga Catalan dalam melawan Raja Philip IV pada 1639-1640.

Els Segadors
Catalunya triomfant
tornara a ser rica i plena
Endarrera aquesta gent
tan ufana i tan superba

Bon cop de falc
Bon cop de falc
Defensors de la terra
Bon cop de falc

Ara es hora, segadors
Ara es hora d'estar alerta
Per quan vingui un altre juny
esmolem ben be les eines

Bon cop de falc
Bon cop de falc
Defensors de la terra
Bon cop de falc

Que tremoli l'enemic
en veient la nostra ensenya
Com fem caure espigues d'or
quan conve seguem cadenes
Let the enemy tremble

Bon cop de falc
Bon cop de falc
Defensors de la terra
Bon cop de falc

Mau download lagu kebangsaan Catalonia "Els Segadors"?

Minggu, 22 Agustus 2010

Catalonia

Fakta Catalonia
Letak : Iberia baigian timur laut (Spanyol bagian tenggara)
Perbatasan wilayah : Tarragona (barat), Perancis (timur), Zarragoza dan Pamplona (utara), laut Mediterania (selatan)
Luas areal : 32.000 km persegi
Jumlah penduduk : 6 juta jiwa

Timnas Catalonia :
Timnas Catalonia didirikan sebagai bentuk proklamasi bahwa Catalonia adalah negara yang terpisah dari Spanyol. Anggotanya kebanyakan pemain Barcelona. Namun, karena bukan timnas resmi, mereka tidak pernah bisa mengikuti ajang yang diselenggaraka FIFA. Padahal, sejumlah nama terkenal pernah membela panji-panji Catalonia ini.
Pemain terkenal :
Paulino Alcantara, Sergi Barjuan, Francisco Bru, Albert Celades, Jordi Cruyff, Francesc Fabregas, Albert Ferrer, Gabri, Luis Garcia, Josep Guardiola, Ladislav Kubala, Gerard Lopez, Albert Luque, Carles Puyol, Carles Rexach, Joan Segarra, Victor Valdes, Xavi, Ricardo Zamora.

Historia: Ditekan para Diktator

Bukan sekarang saja Catalanisme berkembang pesat. Gerakan kemerdekaan Catalonia sebenarnya sudah dilakukan sejak lama, terutama mulai abad ke-17. Namun, upaya itu selalu membentur kerasnya tembok kekuasaan. Bahkan, tak jarang gerakan itu sengaja dilibas kekuasaan Spanyol.
Upaya pemberontakan terhadap Raja Joan II 1462-1473 adalah contohnya. Tekanan terhadap Catalonia sempat berkurang. Tapi, pada 1714, Catalonia kembali sepenuhnya diatur dan dikuasai Spanyol. Bahkan, tekanan semakin diperketat. Mereka tak boleh berdagang dengan Amerika yang menjadi sumber penghasilan terbesar. Tak hanya itu, berbagai atribut Catalonia, termasuk bahasa dilarang digunakan.
Bersamaan dengan lahirnya FC Barcelona, gerakan Catalanisme seakan mendapat energi untuk membesar. Bahkan, di akhir abad ke-19 itu dinilai sebagai demam terbesar untuk menegakkan negara Catalonia.
Maka, kelahiran Barcelona pada 1899 langsung disambut gembira. Mereka memperlakukan klub ini sebagai simbol perlawanan, sekaligus simbol eksistensi Catalonia. Wajar jika klub ini semakin besar dan merasuk di hati masyarakat, mengalahkan egoisme kelompok dan agama.
Segera setelah itu, Barcelona langsung menjadi alat kampanye Catalanisme. Namun, perubahan politik di Spanyol meretas jalan terjal bagi gerakan Catalanisme. Munculnya Jenderal Primo de Rivera sebagai penguasa Spanyol dari 1923-1930, menjadi mimpi buruk bagi Catalonia.
Sebuah upaya memerdekakan Catalonia lewat gerakan Mancomunidad Catalana langsung diberangus Primo de Rivera. Dia melarang segala sesuatu yang berbentuk Catalonia eksis di Spanyol. Kebudayaan, bahasa, dan berbagai atribut Catalonia dilarang keras.
Pada 24 Juni 1925, Presiden Barcelona waktu itu, Joan Gamper, mengadakan pertandingan persahabatan lawan para pelayar Inggris di Les Corts. Sebanyak 14.000 penonton hadir, hampir semuanya orang Catalonia. Lagu kebangsaan kedua negara diperdengarkan. Saat lagu kebangsaan Spanyol dinyanyikan, penonton menyoraki dan mencacinya. Sebaliknya saat lagu kebangsaan Inggris diperdengarkan, mereka memujinya.
Itu gerakan Catalanisme paling berani di masa kekuasaan Primo de Rivera. Sang penguasa pun marah besar. Kontan, larangan terhadap hal-hal yang berbau Catalonia diperketat. Joan Gamper diusir dari Spanyol. Sedangkan Les Corts tak boleh digunakan selama enam bulan. Otomatis, Barcelona pun kesulitan bermain dan tidak bisa berkembang.

Makin Kecut di Bawah Franco
Saat kekuasaan beralih ke Jenderal Franco pada 1936-1975, keadaan justru semakin buruk. Larangan terhadap semua yang berbau Catalonia makin diperketat. Barcelona yang menjadi simbol pemberontakan warga Catalonia dianggap musuh nomor satu di Spanyol.
Beruntung, El Barca tetap boleh eksis dan bertanding. Tapi, keberadaannya tetap dalam tekanan . Logo klub tak boleh dipakai selama pemerintahan Jenderal Franco.
Duka tak lepas dari klub ini, karena kaitannya dengan Catalanisme. Pada 1938, Jenderal Franco seolah ingin menghapus Barcelona sebagai media ekspresi Catalonia. Dia memerintahkan pasukannya untuk menjatuhkan bom di kompleks olahraga Barcelona. Akibatnya, semua fasilitas hancur lebur. Bahkan Presiden Barcelona waktu itu, Josep Sunyol diculik dan akhirnya dieksekusi.
Duka yang membakar dendam Barcelona, begitu juga warga Catalonia. Namun, tekanan Franco tak pernah reda. Justru, nasib Barcelona semakin kecut.
Sinisme Franco diperlihatkan dengan perbedaan perlakuan terhadap klub sepak bola di Spanyol. Barcelona selalu menjadi klub yang dirugikan. Sebaliknya Real Madrid selalu didukung dan dinomorsatukan.
Maklum, bagi Franco, Real Madrid menjadi simbol Spanyol. Simbol sukses pemerintahannya. Maka, kesuksesan Madrid adalah kesuksesannya, juga negara Spanyol. Sudah menjadi rahasia umum, pengaruh Franco begitu besar terhadap klub ini.
Sebagai contoh saat terjadi perebutan bintang besar asal Argentina, Alfredo di Stefano, antara Barcelona dan Madrid. Di Stefano akhirnya berhasil direkrut Madrid, karena ditengarai ada campur tangan Franco. Padahal, sebelumnya El Barca lebih dahulu mendekati Di Stefano.
Kematian Franco pada 1975 membawa angin segar bagi Barcelona. Klub ini pun akhirnya bergairah untuk memburu berbagai gelar. Apalagi, ketika pemerintah Spanyol memberikan hak otonomi pada 1979. Gairah warga Catalonia semakin membuncah. Bahkan, otonomi Catalonia lebih besar daripada Irlandia Utara atau Skotlandia dari pemerintah Britania Raya.
Maka, Catalanisme pun semakin subur. Bahkan Barcelona kemudian berani memakai logo di dadanya. Ini bentuk dari upaya menegakkan eksistensi Catalonia. Tak hanya itu, lagu kebangsaan Catalonia sering diperdengarkan setiap El Barca bermain.
Mereka juga punya timnas sendiri yang dibentuk sejak 1912. Jika dulu jarang bermain, kini sering turun lapangan di saat rehat kompetisi. Biasanya dalam format persahabatan dengan tim-tim luar negeri.
Catalanisme dan Barcelona memang tak bisa dipisahkan. Keduanya senasib dan sepenanggungan. Jika Catalanisme ditekan, El Barca pun sudah pasti akan kena imbasnya. Meski begitu, posisi tersebut tak pernah berubah. El Barca sendiri bangga menjadi wakil dan simbol Catalonia.

Historia: Es mes que un club

Satu atap beda negeri. Barcelona bisa dikatakan seperti itu. Secara administratif, Barcelona memang salah satu klub Spanyol yang juga mengikuti liga di negeri itu. Tapi, mereka tidak pernah merasa diri sebagai bagian dari Spanyol. Sebab, mereka punya kebudayaan, identitas, dan tujuan politiknya sendiri. Mereka juga punya "negeri" sendiri bernama Catalonia.
Ya, Barcelona adalah Catalan. Sejak abad ke-16, mereka merasa menjadi negeri tersendiri bernama Catalonia. Wilayah yang memiliki bahasa, kebudayaan, lagu kebangsaan, dan identitas tersendiri yang tak bisa disamaratakan dengan negeri bernama Spanyol.
Kota Barcelona yang menjadi pusat kegiatan dijadikan ibukota Catalonia. Sedangkan klub FC Barcelona merupakan eja wantah atau representasi dari segala aspirasi, politik, kebudayaan, pendirian, dan sikap Catalonia. Es mes que un club. Demikian semboyan Barcelona dalam bahasa Catalonia yang artinya, Barcelona bukan sekadar klub.
Barcelona tak bisa disamakan dengan Manchester United, Liverpool, AC Milan atau klub lainnya. Sebab, Barcelona bukan sekadar urusan sepak bola, tapi urusan negeri bernama Catalonia.
"Catalonia punya persatuan yang kuat dan masyarakatnya juga punya perasaan identitas tersendiri secara kuat. Sedangkan Barcelona menjadi simbol utama identitas Catalonia," demikian tulis kolomnis Phill Ball.
Dengan klub Spanyol lain, Barcelona memang satu atap. Tapi, klub ini merasa berada di negeri tersendiri. Negeri Catalonia yang tak bisa disamakan dengan Spanyol. Bahkan, masyarakat Catalonia mengaku tak ada kesamaan sama sekali dengan Spanyol. Jika secara administratif mereka masuk menjadi bagian dan negara Spanyol, itu lebih karena keterpaksaan.
Karena itu pula, untuk menunjukkan eksistensinya, mereka selalu berusaha lebih baik dan superioritas dibanding Spanyol. Salah satu medianya adalah Barcelona. Semakin Barcelona sukses, eksistensi Catalonia akan semakin besar dan punya pengaruh luas. Bagi mereka, FC Barcelona adalah segala pertaruhan eksistensi Catalonia.
"Kami akan tetap menjaga identitas kami. Keseluruhan esensi FC Barcelona adalah simbolisasi Catalanisme. Kami secara fundamental adalah Catalan. Lihat logo klub kami yang terdiri dari gambar St. George dan bendera Catalonia," jelas Presiden Barcelona 2003-2010, Joan Laporta.
Menurut penulis Chris Kennett, badge atau logo Barcelona merupakan contoh kuat dan nyata bahwa klub itu bukan sekadar mengurusi sepak bola. "Logo itu gabungan dari sepak bola dan sejarah politik Catalonia juga identitas Kota Barcelona sendiri. Jadi, wajar jika mereka mengatakan Barcelona bukan sekadar klub," katanya.
Meski begitu, Barcelona tidak lantas menjadi klub inklusif yang fanatik buta. Catalonia, kata Laporta, mengandung universalisme. "Kami juga menghormati kebudayaan orang lain," tegasnya.
Begitulah dan akan terus begitu. Barcelona tak bisa dilepaskan dari kebudayaan dan politik Catalonia. Dia adalah simbol negara Catalonia, juga simbol perlawanan terhadap Spanyol. Kemenangan Barcelona sudah dianggap setengah kemenangan Catalonia dari Spanyol. Kemenangan utuh baru akan terjadi jika Catalonia sudah merdeka. Dan, gerakan kemerdekaan atau separatisme seperti itu tetap ada. Bahkan, sampai sekarang bisa dibilang semakin subur.

Alat Perjuangan
Sejak lama, Catalonia memang selalu ingin merdeka, terpisah dari Spanyol. Tapi, upaya itu tak pernah tercapai. Kenyataan itu ternyata membuat warga Catalonia semakin gerah. Suara kemerdekaan terus dikumandangkan lewat apa saja.
Gerakan politik dan militer untuk kemerdekaan Catalonia memang terasa menghadapi banyak hambatan. Selama keadaan seperti itu, peran Barcelona akan semakin besar. Sebab, klub ini akan menjadi alat perjuangan paling berharga bagi warga Catalonia. Bahkan, bisa dikatakan Barcelona adalah segalanya.
Hampir setiap pertandingan Barcelona, ekspresi Catalanisme selalu kental terlihat. Tak hanya di stadion, tapi juga di luar stadion. Dengan kata lain, Barcelona selalu membawa aspirasi Catalanisme.
Sebelum pertandingan, warga biasanya berkumpul di kafe-kafe dulu. Mereka tidak hanya menyanyikan lagu-lagu mendukung Barcelona, tapi juga lagu-lagu Catalonia yang kebanyakan berisi semangat kemerdekaan. Begitu juga ketika mereka berjalan ke arah stadion.
Begitu stadion penuh penonton, maka semangat Catalonia akan semakin besar dan kental. Bahasa Catalonia sangat dominan. Ungkapan-ungkapan khas wilayah itu juga bermunculan dari segala sudut.
Setelah itu, nyanyian-nyanyian kompak akan diperdengarkan. Syair-syair lagu yang dinyanyikan rata-rata bernada menyemangati Barcelona, dan tentu saja semangat-semangat kemerdekaan Catalonia.
Tak hanya itu, spanduk-spanduk yang bertebaran dimana-mana, rata-rata berisikan kampanye Catalanisme dan perlawanan terhadap Spanyol. Saat ini, kampanye seperti itu justru semakin gencar, karena represi dari pemerintah tak sekuat di masa kekuasaan Primo de Rivera dan Jenderal Franco.
Apalagi, pertandingan Barcelona selalu disiarkan televisi. Maka, pembentangan spanduk politik Catalonia menjadi sangat efektif sebagai alat kampanye. Mereka akan membentangkannya lebar-lebar agar tersorot televisi, kemudian bisa disaksikan semua pemirsa televisi di seluruh dunia.
Banyak kalimat yang memang nyata-nyata merupakan kampanye Catalanisme. Salah satu contohnya, "Catalonia bukan Spanyol", "Kami punya negeri dan kebudayaan sendiri". Masih banyak kalimat-kalimat kampanye yang di setiap pertandingan sering berbeda-beda, tapi intinya tetap mengampanyekan Catalanisme.
Sikap para pemain asli Catalonia pun tak jauh berbeda. Maka, pemain timnas Spanyol kebanyakan bukan dari Barcelona. Defender Barcelona, Carles Puyol pun mengatakan, membela timnas Spanyol hanya bagian dari ritus sepak bola.
"Saya tak bermasalah dengan pemain lain di timnas Spanyol. Mereka teman. Tapi kala membela Barcelona, tak ada kata teman lagi. Aku akan bekerja keras untuk membawa kemenangan El Barca. Kemenangan buat klub ini bukan sekadar mendapat nilai tiga, tapi nilainya jauh lebih besar. Apalagi jika menang lawan Real Madrid," jelas Puyol.
Itu sebabnya Barcelona adalah es mes que un club, bukan sekadar klub. Barcelona adalah simbol perjuangan, eksistensi, dan identitas Catalonia. Sebuah wilayah di Spanyol selatan yang mengaku punya kebudayaan, bahasa, negeri, dan asal-usul tersendiri yang tak bisa disamakan dengan Spanyol. Semangat itu tak akan pernah luntur.
"Visca Barca, visca Catalonia," demikian kalimat yang sering diteriakkan suporter El Barca. Artinya, Barcelona selamanya, Catalonia selamanya.

Senin, 16 Agustus 2010

Historia: Tiga Masa Penting

Secara umum, sejarah klub Barcelona bisa dibagi dalam tiga periode penting. Masing-masing punya kekhasannya sendiri. Berikut periode-periode utama tersebut.

1898-1922
Masa pembentukan, juga pertumbuhan klub lebih dewasa. Sejak awal, Barcelona sudah menentukan warna kostum merah marun dan biru. Tapi, warnanya tidak strip vertikal seperti sekarang. Separuh di atas berwarna merah, sebagian kostum di bawah berwarna biru. Pada 1910, kostumnya baru berubah strip vertikal.
Periode ini juga menjadi masa pencarian markas. Barcelona sejak awal mencita-citakan punya markas atau stadion sendiri, tapi selalu terbentur masalah dana. Barcelona pun berpindah-pindah, dari Hotel Casanovas (1900), La Carretera d'Horta (1901), El Carrer Muntaner (1905), dan terakhir bisa memiliki stadion sendiri bernama Carrer Industria yang mulai digunakan pada 14 Maret 1909.

1922-1957
Periode kebesaran, sekaligus masa sulit. Besar karena Barcelona mampu pindah ke stadion lebih besar Les Corts (berkapasitas 30.000) dan makin jaya di sepak bola, juga kembali banyak menuai gelar. Tapi menjadi susah karena tekanan Perang Dunia II, juga penguasa diktator Jenderal Franco.






1957-...
Setelah meraih kebesaran, El Barca memasuki masa modernisasi. Stadion pindah ke Camp Nou yang lebih besar dan megah. Selain kesuksesan, El Barca juga terus berkembang hingga menjadi salah satu klub terbesar di dunia.

Historia: Oasis Menepis Sinis

Penuh prasangka dan sinisme. Itu yang terjadi di Kota Barcelona pada akhir abad ke-19. Maklum, mereka sedang berjuang menegakkan kemerdekaan wilayah Catalonia. Di samping itu, perbedaan agama sering menimbulkan sinisme, prasangka, atau bahkan gap di tengah masyarakat.Keadaan itu tampaknya berpengaruh juga terhadap sepak bola yang saat itu mulai populer di wilayah itu. Namun, setiap kali ada pertandingan sepak bola, selalu muncul prasangka, sinisme, bahkan kadang konflik.
Sebagai gambaran singkat, masyarakat Barcelona saat itu didominasi pemeluk agama Katolik. Tak heran jika ada aturan tak tertulis, selain orang Katolik tidak boleh bermain sepak bola. Padahal, di daerah itu sudah lama tinggal warga Muslim, Kristen Protestan, dan Yahudi. Namun, mereka dianggap orang asing yang diperlakukan berbeda. Alhasil, sepak bola masih sangat eksklusif. Olahraga ini akhirnya tak begitu berkembang.
Berbagai ide pembentukan tim sepak bola sering terlontar, tapi tak pernah terealisasi. Maklum, jangankan membentuk tim, aturan-aturan sepak bola pun belum banyak yang tahu secara persis dan lengkap.
Butuh kehadiran seorang koresponden surat kabar dan pebisnis bernama Joan Gamper untuk melahirkan klub sepak bola. Orang Swiss ini sangat maniak olahraga, terutama sepak bola. Saat datang ke Barcelona pada Oktober 1898, motivasi utamanya urusan bisnis. Tapi, akhirnya dia malah menghabiskan waktu bermain sepak bola.
Semula dia hanya menyalurkan hobi, bermain di jalanan Kota Barcelona bersama para pemain lokal. Gamper prihatin, banyak peminat sepak bola, tapi hanya sedikit yang tahu teknik. Maka, dia cepat populer karena punya kemampuan bermain lebih dibanding kebanyakan orang. Maklum, Gamper memang sudah doyan bermain sepak bola sejak di Swiss.
Karena besarnya animo itu, muncul gagasan Gamper untuk membentuk klub sepak bola. Pikirnya, Barcelona menjadi tempat yang subur untuk sepak bola, kenapa tidak membentuk sebuah klub. Apalagi, semangat berolahraga warga di sana sangat kuat.
"Sepintas sederhana membentuk klub sepak bola. Tapi, faktanya sangat sulit. Masih banyak perbedaan di tengah masyarakat," kata Gamper kala itu.

Kolaborasi Multietnik
Kondisi dan situasi yang masih diliputi perbedaan itu disadari betul oleh Gamper. Dia ingin mendobraknya dan mempersatukan masyarakat lewat sepak bola. Pada 22 Oktober 1899, dia membuat iklan di majalah lokal. Isinya, dia ingin membentuk klub sepak bola dan siapa saja yang tertarik dipersilakan bergabung.
Sambutan masyarakat cukup luas. Sebagian datang dari masyarakat Inggris yang memang lebih dulu akrab dengan sepak bola. Terkumpul 12 orang yang tertarik dengan ide itu, termasuk Gamper sendiri.
Mereka beretnis Spanyol, Swiss, Jerman, dan Inggris. Ini justru menggembirakan, karena memang klub sepak bola yang akan didirikan tidak akan membeda-bedakan golongan. Sebut saja Lluis d'Osso, Enric Ducal, Pere Cabot, Carles Pujol, Josep Llobet, Bartomeu Terradas, Otto Kunzle (Spanyol), Otto Maier (Jerman), John Parsons, William Parsons, Gualteri Wild (Inggris), dan Gamper sendiri orang Swiss.
Pada 29 November 1899, pertemuan pertama dilakukan di Gymnasium Soler. Pertemuan itu langsung sukses membentuk klub sepak bola bernama FC Barcelona. Awalan Football Club karena terpengaruh gaya penamaan klub-klub Inggris.
Para pengikut rapat itu pula yang menjadi pemain pertama Barcelona. Selain membentuk klub, pertemuan tersebut juga langsung bisa mengangkat presiden. Gualteri Wild ditunjuk sebagai presiden pertama. Alasannya, dia punya teknik paling bagus diantara rekan-rekannya. Selain itu, kemampuannya juga banyak dikenal masyarakat Barcelona.
Tak lama setelah itu, Barcelona melakukan pertandingan pertama di Bonanova melawan tim ekspatriat dari Inggris. Barcelona kalah 0-1, tapi pertandingan itu punya kesan yang mendalam dan luas di hati masyarakat Barcelona. Segera setelah itu, Barcelona makin populer dan terus mendapat dukungan masyarakat.
Meski demikian, perjalanan awal klub ini tidaklah mulus. Barcelona tetap mengalami banyak rintangan. Terutama dalam usaha meleburkan berbagai perbedaan. Egoisme kelompok tertentu sempat mencuat kembali, hingga Gamper pernah ngambek dan pulang ke Swiss. Dia baru datang lagi pada 1908, karena diminta tolong memimpin klub tersebut.
Atas usaha Gamper yang tak kenal lelah, perbedaan itu lama-kelamaan lebur juga. Apalagi setelah Gamper menjadi presiden sejak 1910. Barcelona semakin kuat menempatkan diri bukan sebagai representasi satu golongan agama, tapi buat seluruh masyarakat Barcelona atau etnis Catalonia.
Dalam waktu yang tak lama, Barcelona muncul sebagai oasis di tengah masyarakat yang tadinya penuh prasangka dan sinisme. Klub ini menjadi simbol persatuan rakyat Catalonia, juga simbol identitas etnis mereka. Bahkan, mereka menilai Barcelona tak lagi sekedar klub sepak bola.
Rakyat Catalonia yang merindukan simbol identitas juga kebanggaan mereka, terwakilkan dalam klub Barcelona. Apalagi, dalam waktu singkat, klub ini cepat populer karena prestasi di kompetisi lokal.
Di Copa Del Rey pertama (1902), El Barca langsung berprestasi dan masuk final. Sayang, El Barca akhirnya dikalahkan Vizcaya de Bilbao 0-1. Namun, di kompetisi Liga Spanyol pertama pada 1928-1929, El Barca tampil perkasa dan juara. Popularitas El Barca pun langsung melesat, tak hanya di Spanyol tapi juga di Eropa.
Berkat kehadiran El Barca, masyarakat Kota Barcelona lebih bersatu. Blaugrana ibarat oasis yang menghapus semua perbedaan yang pernah ada. Kini, klub ini malah bagai pusat segala aspirasi, semangat, harapan, dan tujuan orang Catalonia.

Es mes que un club

Bukan sekedar klub. Begitu kira-kira terjemahan kalimat dari bahasa Catalonia yang menjadi judul di atas. Kenapa bisa? Karena Barcelona memang klub yang berbeda dengan klub sepak bola pada umumnya. Barcelona adalah sebuah klub yang menjadi representasi masyarakat Catalonia. Lambang perjuangan dalam meraih kemerdekaan.
Hingga umur klub yang lebih dari 100 tahun, Barcelona tetap kokoh sebagai bagian dari perjuangan Catalonia. Kepedihan saat Spanyol dipimpin rezim otoriter Jenderal Franco tak mampu menghapus begitu saja semangat juang mereka. Justru semangat mereka kian berlipat usai rezim Franco tak berkuasa lagi.
Perbedaan Blaugrana (julukan Barcelona) dengan klub lain diantaranya kemiripan strukturnya dengan sebuah negara. Barcelona punya wilayah, ideologi, masyarakat, presiden, parlemen, dan undang-undang. Mereka pun menganut paham demokrasi dalam mencari sosok pemimpin klub. Jadi, pemilihan umum untuk mencari presiden baru Barcelona bagi warga Catalonia adalah sebuah hal yang lumrah.
Ideologi yang kini masih berusaha dipertahankan adalah diharamkannya logo sponsor di dada kostum mereka. Padahal, sebagai klub profesional, Barcelona mutlak dibantu sponsor untuk menyokong roda ekonomi mereka. Di sinilah letak istimewa sekaligus perbedaannya Barcelona dengan klub lain. Anggota klub yang sudah lebih dari seratus ribu siap mendukund urusan finansial. Entah berapa kali Barcelona tersandung krisis keuangan, tapi sebanyak itu pula mereka bangkit dan bahkan akhirnya mampu menuai surplus.
Ideologi pula yang melahirkan perseteruan abadi dengan Real Madrid. Ketertindasan era Jenderal Franco membuat kebencian terhadap Madrid semakin tinggi di otak suporter Barcelona. Sebab, Madrid saat itu - bahkan hingga kini - dikenal sebagai "wakil" pemerintah.
Dukungan terhadap El Real begitu melimpah di era rezim Franco. Sebaliknya, Barcelona mengalami tekanan dan sulit berkembang. Sebab, El Barca dicap sebagai alat kampanye kaum separatis. Dalam hal ini adalah warga Catalonia. Meski demikian, Barcelona masih bisa bertahan hingga kini.
Pasang surut prestasi tak luput dari perjalanan El Barca. Berjaya di awal bergulirnya Divisi Primera, tapi sempat tertatih-tatih dan tidak meraih satu trofi pun ketika dipimpin Joan Gaspart (2000-2003). Satu masa emas yang sempat dicicipi Blaugrana adalah saat dilatih Johan Cruyff.
Saat itulah Barcelona dikenal sebagai The Dream Team di awal 1990-an. Kekuatan yang mampu menambah koleksi trofi Divisi Primera empat musim berturut-turut. Prestasi emas yang masih belum dipecahkan hingga memasuki millennium baru.
Kejayaan seperti era Cruyff itu mulai kembali diretas. Setidaknya koleksi trofi yang diraih Blaugrana di musim-musim terakhir menjadi bukti sahih yang tidak terbantahkan. Kesuksesan yang merupakan kombinasi dan racikan strategi yang tepat pelatih Frank Rijkaard dan Pep Guardiola dengan kekuatan para bintang yang dimiliki saat ini.
Berbicara bintang, El Barca tak lelah melahirkan andalan di masa yang berbeda. Di era awal bergulirnya Divisi Primera, Barcelona memiliki satu kiper tangguh yang legendaris di seantero Spanyol, Ricardo Zamora. Ketangguhan Zamora kini diabadikan dalam bentuk trofi bagi kiper terbaik Divisi Primera setiap musimnya.
Di era The Dream Team, El Barca bahkan surplus bintang. Diantaranya malah ada yang mereka "produksi" sendiri. Ya, Barcelona memiliki akademi pemain muda yang terkenal mampu melahirkan sejumlah talenta. Tak cuma Barcelona yang mendapat berkah dari sejumlah alumni La Masia ini. Arsenal, Liverpool, hingga Manchester United adalah contoh klub yang memamnfaatkan jasa alumni La Masia.
Untuk masa kini, sudah tentu sosok Lionel Messi adalah magnet terkuat El Barca. Apalagi Messi adalah produk dari La Masia. Pemain yang memiliki kemampuan membawa bola (dribble) yang sangat baik ini sekarang sudah menjadi andalan El Barca dengan umurnya yang masih sangat muda.
Toh, itulah Barcelona. Selalu menyimpan perbedaan dengan klub lainnya. Perbedaan yang menghasilkan sesuatu yang positif. Akademi pemain muda yang akhirnya memberikan sukses besar. Sukses yang memperkuat semangat rakyat Catalonia dalam mendapatkan kemerdekaannya. Selama Barcelona masih bediri, selama itu pula perjuangan rasanya akan terus ditegakkan.